Anggota MKD Prakosa: Setya Novanto Terbukti
Melanggar Kode Etik Berat
JAKARTA,
KOMPAS.com — Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, Muhammad Prakosa, menilai
bahwa Ketua DPR Setya
Novanto layak diberhentikan sebagai anggota DPR.
Prakosa
menyebut Novanto telah melakukan pelanggaran kode etik berat setelah bertemu dengan
pengusaha Riza
Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef
Sjamsoeddin.
"Bahwa
yang terhormat Saudara Setya
Novanto terbukti melanggar kode etik dengan kategori berat," kata
Prakosa saat membacakan pertimbangan dalam rapat pleno MKD di Kompleks
Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Dalam
pertemuan tersebut, Novanto diduga meminta sejumlah saham kepada Freeport
dengan mengatasnamakan Presiden Joko
Widodo dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla.
Ia
menyebutkan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 39 Peraturan Nomor 2 tentang
Tata Beracara MKD, MKD perlu membentuk panel. Hal itu karena sanksi yang
direkomendasikan berupa sanksi kategori berat.
"Dalam
kesempatan ini, saya usulkan membentuk panel," kata dia.
Komentar:
Melihat
dari kasus Setya Novanto ini, beberapa tindakan yang dilakukan oleh para
anggota Dewan biasanya terkait dengan kode etik dan menjadi sorotan bagi
publik. Kode etik merupakan suatu norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota
selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan
kredibilitas DPR. Artinya, dengan peraturan tentang Kode Etik DPR ini, para
anggota Dewan telah memiliki standar formal yang mengatur perilaku, profesi,
dan kapasitas mereka selaku wakil rakyat. Kode etik ini merupakan suatu panduan
normatif bagi anggota Dewan dalam menjalankan peran mereka yang berkaitan
langsung dengan kepentingan umum, disiplin kerja, tanggung jawab, keterbukaan
dan manajemen konflik kepentingan. Setiap tindakan yang menyalahi panduan
perilaku itu bisa dikatakan sebagai pelanggaran kode etik.
Sudah
tentu kode etik ini memiliki tujuan untuk melahirkan anggota Dewan yang
profesional. Jika ditelusuri ke belakang, sudah banyak daftar
"kesalahan" anggota Dewan yang terungkap ke publik terkait dengan
pelanggaran kode etik, mulai dari pernyataan yang menyakitkan, tidak disiplin
menghadiri rapat, malas, arogan, egois, hingga korupsi. Wajar jika masyarakat
umum memandang para anggota Dewan dengan citra yang buruk.
Dalam
kasus ini, Setya Novanto sudah melanggar norma dan kode etik DPR. Ia telah
melampaui kapasitasnya sebagai ketua DPR yang seharusnya menghindari tidakan
seperti itu. Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dibentuk untuk menegakkan kode etik
para anggota Dewan. Tugas utama lembaga ini adalah menyidangkan para anggota
Dewan yang terindikasi melakukan pelanggaran kode etik. Peraturan DPR memang
memberikan wewenang kepada MKD untuk menindak anggota Dewan yang melanggar kode
etik dengan sanksi yang telah ditentukan.
Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/16/16592681/Anggota.MKD.Prakosa.Setya.Novanto.Terbukti.Melanggar.Kode.Etik.Berat
Anggota MKD Prakosa: Setya Novanto Terbukti
Melanggar Kode Etik Berat
JAKARTA,
KOMPAS.com — Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, Muhammad Prakosa, menilai
bahwa Ketua DPR Setya
Novanto layak diberhentikan sebagai anggota DPR.
Prakosa
menyebut Novanto telah melakukan pelanggaran kode etik berat setelah bertemu dengan
pengusaha Riza
Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef
Sjamsoeddin.
"Bahwa
yang terhormat Saudara Setya
Novanto terbukti melanggar kode etik dengan kategori berat," kata
Prakosa saat membacakan pertimbangan dalam rapat pleno MKD di Kompleks
Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Dalam
pertemuan tersebut, Novanto diduga meminta sejumlah saham kepada Freeport
dengan mengatasnamakan Presiden Joko
Widodo dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla.
Ia
menyebutkan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 39 Peraturan Nomor 2 tentang
Tata Beracara MKD, MKD perlu membentuk panel. Hal itu karena sanksi yang
direkomendasikan berupa sanksi kategori berat.
"Dalam
kesempatan ini, saya usulkan membentuk panel," kata dia.
Komentar:
Melihat
dari kasus Setya Novanto ini, beberapa tindakan yang dilakukan oleh para
anggota Dewan biasanya terkait dengan kode etik dan menjadi sorotan bagi
publik. Kode etik merupakan suatu norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota
selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan
kredibilitas DPR. Artinya, dengan peraturan tentang Kode Etik DPR ini, para
anggota Dewan telah memiliki standar formal yang mengatur perilaku, profesi,
dan kapasitas mereka selaku wakil rakyat. Kode etik ini merupakan suatu panduan
normatif bagi anggota Dewan dalam menjalankan peran mereka yang berkaitan
langsung dengan kepentingan umum, disiplin kerja, tanggung jawab, keterbukaan
dan manajemen konflik kepentingan. Setiap tindakan yang menyalahi panduan
perilaku itu bisa dikatakan sebagai pelanggaran kode etik.
Sudah
tentu kode etik ini memiliki tujuan untuk melahirkan anggota Dewan yang
profesional. Jika ditelusuri ke belakang, sudah banyak daftar
"kesalahan" anggota Dewan yang terungkap ke publik terkait dengan
pelanggaran kode etik, mulai dari pernyataan yang menyakitkan, tidak disiplin
menghadiri rapat, malas, arogan, egois, hingga korupsi. Wajar jika masyarakat
umum memandang para anggota Dewan dengan citra yang buruk.
Dalam
kasus ini, Setya Novanto sudah melanggar norma dan kode etik DPR. Ia telah
melampaui kapasitasnya sebagai ketua DPR yang seharusnya menghindari tidakan
seperti itu. Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dibentuk untuk menegakkan kode etik
para anggota Dewan. Tugas utama lembaga ini adalah menyidangkan para anggota
Dewan yang terindikasi melakukan pelanggaran kode etik. Peraturan DPR memang
memberikan wewenang kepada MKD untuk menindak anggota Dewan yang melanggar kode
etik dengan sanksi yang telah ditentukan.
Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/16/16592681/Anggota.MKD.Prakosa.Setya.Novanto.Terbukti.Melanggar.Kode.Etik.Berat